Sabtu, 04 Agustus 2012

hubungan internasional


HUBUNGAN INTERNASIONAL
A. Pengertian Hubungan Internasional
Menurut RENSTRA ( Rrencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia ) hubungan internasional adalah       hubungan         antar      bangsa  dalam segenap aspeknya yang
dilakukan suatu Negara yang meliputi aspek politik, ekonomi, social budaya dan hankam dalam rangka mencapai tujuan nasional bangsa itu.
Hubungan Internasional merupakan kegiatan interaksi manusia antar bangsa baik secara individual maupun kelompok, ahli hukum mengatakan bahwa hubungan internasional adalah hubungan antara bangsa.
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia adalah sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. untuk memajukan kesejahteraan social
3. mencerdaskan kehidupan bangsa
4. dan untuk melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
B. Wujud dari Hubungan Internasional :
a. Individual ( turis mahasiswa pedagang yang mengadakan kontak-kontak pribadi sehingga timbul kepentingan timbal balik di antara mereka ).
b. Antar kelompok (Lembaga social dan keagamaan dan perdagangan yang melakukan kontak secara insidental, periodik atau permanen).
c. Hubungan antar Negara ( negara yang satu dengan negara lainmengadakan kerjasama dalam bidang ekonomi, kebudayaan, tekhnologi, dll ).
C. Sifat Hubungan Internasional :
a. Persahabatan
b. Persengketaan
c. Permusuhan
d. Peperangan
D. Pola Hubungan Internasional :
a. Penjajahan: bangsa yang satu menghisap bangsa lain yang disebabkan oleh perkembangan kapitalisme.  Kapitalisme membutuhkan bahan mentah bagi industri dalam negeri, oleh karena bahan mentah itu banyak diluar negeri maka timbul kehendak untuk menguasai wilayah bangsa lain untuk menghisap kekayaan bangsa lain itu.
b. Saling ketergantungan : hubungan ini terjadi antara negara-negara yang belum berkembang  (negara-negara dunia ke tiga ) dengan negara maju.  Negara baru merdeka atau negara berkembang ingin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya mereka melakukan hubungan ekonomi , mengembangkan industri dan bersaing dengan negara maju di pasar global.  Namun mereka tidak memiliki modal dan tekhnologi, maka negara tadi bergantung kepada modal dan tekhnologi negara maju. Pola hubungan ini dekat dengan neo- kolonoalisme, yaitu usaha menguasai negara lain atas bidang ekonomi, kebudayaan, idiologi atau kemiliteran  negara atau kawasan tertentu tapi dengan cara mengindahkan proforma kemerdekaan politis.
c. Sama derajat anatar bangsa : hubungan ini dilakukan dalam rangka kerjasama dalam rangka untuk mewujutkan kesejahteraan mereka.  Pola hubungan ini sulit dilakukan terutama oleh negara-negara atau bangsa-bangsa yang serba ketinggalan  dalam kualitas sumber dayanya, terutama sumber daya manusianya.
Terkait dengan hubungan sama derajat sila kedua Pancasila mengajarkan bahwa hubungan antar negara atau antar bangsa harus bertolak pada kodrat manusia.  Dalam Pancasila kodrat manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan YME yang merdeka dan sama derajatnya.  Oleh karena itu hubungan antar bangsa harus diwarnai dengan penghormatan atas kodrat manusia sebagai makhluk yang sederajat, tapa memandang idiologi, bentuk negara dan sistem pemerintahan dari negara lain itu.
Oleh karena itu nasionalisme bangsa indonesia tidak jatuh kepaham Chauvinisme dan kosmopolitisme. Chauvinisme adalah paham yang mengagung-agungkan bangsa sendiri dengan memandang renfah bangsa lain.  Kosmopolitisme adalah pandangan yang melihat kosmos (seluruh Dunia ) sebagai polis (negeri sendiri ) sehingga cenderung melupakan nasionalisme yang sehat dan mengabaikan tugas terhadap bangsanya sendiri.
Itulah sebabnya bangsa indonesia memilih politik luar negeri Bebas AktifBebas berarti :
1. Banga Indonesia bebas bergaul denagn bangsa manapun.
2. Dalam pergaulan itu bangsa indonesia tidak Intervensi atau tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
3. Dalam pergaulan itu terjadi saling memberi dan menerima bantuan dan pertolongan yang tidak mengikat.
Aktif berarti :
1. Bangsa Indonesia aktif bekerjasama dengan bangsa lain untuk perdamaian dunia
2. Bangsa indonesia  aktif membela bangsa yang terancam keberadaan dan kedaulatannya atas dasar persamaan derajat tidak termasuk intervensi.
Dalam pelaksanaan kerjasama  dan hubungan Internasional Presiden sebagai kepala negara dibantu oleh Menteri dan Departemen Luar Negeri serta dibantu oleh para Duta dan Konsul yang diangkat oleh Presiden dan dibantu oleh Duta dan Konsul Negara lain yang diterimanya.  Pengankatan Duta dan Konsul serta penerimaan Duta dan Konsulk negara lain  telah diatur dalam pasal 13 UUD 1945, yang berbunyi :
Ayat 1  Presiden mengangkat duta dan konsul
Ayat 2  Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
Ayat 3  Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan          pertimbangan DPR.
E. Arti Penting Hubungan dan kerjasama Internasional :
Tidak satupun bangsa di dunia ini dapat membebaskan diri ketergantungan dengan bangsa dan negara lain.  Menurut Mochtar Kusumaatmaja hubungan dan kerjasama antar bangsa itu timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia.
Disamping itu hubungan antar bangsa penting disebabkan :
1. Menciptakan hidup berdampingan secara damai.
2. Mengembangka penyelesaian masalah secara damai dan diplomasi.
3. Membangun solidaritas dan saling menghormati antar bangsa.
4. Berpartisipasi dalam melaksanakan ketertiban dunia
5. Menjamin kelangsungan hidup bangsa dan nrgara di tengah bangsa-bangsa lain.
F.Sarana Hubungan Internasional :
a. Diplomasi : seluruh kegiatan untuk melaksanakan politik luar negeri suatu Negara
dalam hubungannya dengan Negara dan bangsa lain.
Fungsi dasar Diplomat ada 3 yaitu :
a. Sebagai lambang, prestise Negara pengirim
b. Sebagai wakil yuridis yang sah dari Negara pengirim
c. Sebagai perwakilan diplomatic suatu Negara di Negara lain. :
- perunding (negotiation)
- Melaporkan (reporting)
- Perwakilan (refresentation)
- Melindungi kepentingan negara dan warga negaranya di luar negeri.
b. Propaganda : usaha sistimatis untuk mempengaruhi pikiran, emosi demi kepentinagn masyarakat umum. Propaganda : lebih ditujukan kepada warga Negara lain dari pada pemerintahannya, dan untuk kepentingan Negara yang membuat propaganda.
c. Ekonomi : Sarana ekonomi umumnya digunakan secara luas dalam hubungan internasional  baik dalam masa damai maupun masa perang.  Pada masa tertentu semua negara harus terlibat dalam perdagangan internasional agar dapat memperoleh barang yang tak dapat diproduksi dalam negeri., sehingga terjadi ekspor dan impor.
d. Kekuatan militer dan perang (show of Force): Peralatan militer yang memadai dapat menambah keyakinan dan stabilitas untuk berdiplomasi.  Diplomasi tanpa dukunagan militer yang kuat dapat membuat suatu negara tidak memiliki rasa percaya diri sehingga tak mampu menghindari tekanan dan ancaman negara lain yang dapat menggangu kepentingan nasuonalnya.  Maka dengan demikian demontrasi senjata, latihan perang bersama kerasp dilaksanakan untuk menampilkan kekuatannya.  Namun yang lebih diutamakan bukanlah perang tetapi tindakan prevetif dalam hubungan internasional.

Senin, 26 Desember 2011

Landasan Filosofis Pancasila.


Landasan Filosofis Pancasila.
Pancasila dikenal sebagai filosofi Negara Indonesia. Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”. Pernyataan dan pendapatnya tersebut kemudian diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo. Ketetapan No. V/MPR/1973. Pernyataan tersebut diperkuat juga oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan demikian, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.
Dengan demikian, landasan Filsafat Pancasila merupakan harmonisasi dari nilai-nilai dan norma-norma utuh yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yang bertujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh agar menjadi landasan filsafat yang sesuai dengan keperibadian dan cita-cita Bangsa.
Adapun bentuk Filsafat Pancasila sendiri digolongkan sebagai berikut :
- Bersifat religius yang berarti dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia.
- Memiliki arti praktis yang berarti dalam proses pemahamannya tidak sekedar mencari kebenaran dan kebijaksanaan, serta hasrat ingin tahu, tapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life / weltanschaung) agar mencapai kebahagiaan lahir dan bathin, dunia maupun akhirat (Pancasilais).
B. Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia
1. Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup. Dalam pergaulan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera (Wellfare State).
2. Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Grondslag) dari negara, ideologi negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta pemerintahan negara.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum yang antara lain sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum.
3. Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Keperibadian bangsa tetap berakar dari keperibadian individual dalam masyarakat yang pancasilais serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan filsafat Pancasila.
C. Bukti Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Bukti yang menyatakan Falsafah Pancasila digunakan sebagai dasar falsafah Negara Indonesia dapat kita temukan dalam dokumen-dokumen historis dan perundang-undangan negara Indonesia, antara lain :
1. Naskah Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
2. Naskah Politik bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (Piagam Jakarta).
3. Naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
4. Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
5. Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1950.
6. Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya adalah sebagaimana nilai-nilainya yang bersifat fundamental menjadi suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara Indonesia, menjadi wadah yang fleksibel bagi faham-faham positif untuk berkembang dan menjadi dasar ketentuan yang menolak faham-faham yang bertentangan seperti Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama, Kolonialisme, Diktatorisme, Kapitalis, dan lain-lain.


Rabu, 18 Mei 2011

Kenakalan Remaja


KENAKALAN REMAJA
Kenakalan remaja sudah menjadi masalah di semua negara. Setiap tahun tingkat kenakalan remaja ini menunjukan peningkatan, sehingga mengakibatkan terjadinya problema sosial. Lingkungan sangat berpengaruh besar dalam pembentukan jiwa remaja. Bagi remaja yang ternyata salah memilih tempat atau kawan dalam bergaulnya. Maka yang akan terjadi kemudian adalah berdampak negatif terhadap perkembangan pribadinya. Tapi, bila dia memasuki lingkungan pergaulan yang sehat, seperti memasuki organisasi pemuda yang resmi diakui oleh pemerintah, sudah tentu berdampak positif bagi perkembangan kepribadiannya.

A.     Pengertian Kenakalan Remaja
Kita tahu bahwa remaja sangat banyak dan sering membuat onar di jalanan. Remaja tidak memikirkan sebab dab akibat yang dilakukannya  mereka hanya tahu senang-senang. Hal tersebut sering disebut kenakalan remaja dan apakah kenakalan remaja itu. Kenakalan remaja adalah perilaku-perilaku yang dilakukan remaja di luar dengan tujuan untuk bersenang-senang bersama teman-temannya  atau dapat diartikan pula sebagai  masa akan beralihnya ketergantungan hidup kepada orang lain. Dia mulai menentukan jalan hidupnya. Selama menjalani pembentukan kematangan dalam sikap, berbagai perubahan kejiwaan terjadi, bahkan mungkin kegoncangan. Kondisi semacam ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia tinggal. Pada sisi lain remaja seringkali tidak mempunyai tempat mengadu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Sehingga sebagai pelarian remaja seringkali terjerumus, seperti mabuk-mabukan, narkotika dan tindak kriminalitas. Pengertian Kenakalan Remaja menurut Kartono
Kenakalan remaja meliputi semua prilaku yang menyimpang dari norma-norma hokum pidana yang dialukukan oleh remaja. Prilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya. Kartono (ilmuan sosiologi) mengemukakan bahwa kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan isltilah Juvenule delinquencymerupakan gejala potologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mengembangkan bentuk prilaku menyimpang.
Sedanngkan menurut para ahli, kenakalan remaja dapat diartikan sebagai berikut:
a.       Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Santrock
Santrock mengemukakan bahwa kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai prilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.
b.       Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :
a.   Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
b.       Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
c.       Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
B.     Jenis-Jenis Kenakalan Remaja
Adapun jenis-jenis kenakalan remaja adalah sering keluar malam. Remaja sering menghabiskan waktunya di malam hari bersama teman-temannya mereka juga sering balapan liar di jalanan dan ugal-ugallan di jalanan. Akhirnya mereka ingin bersenang-senang dan tidak mau memikirkan pelajaran dan masa depannya.
C.     Ciri-ciri Kenakalan Remaja
Ciri-ciri kenakalan remaja adalah tidak mau belajar  karena yang mereka fikirkan hanyalah bersenang-senang dan berperta pora. Tidak mau di nasehati mereka akan marah dan memaki-maki, mereka merasa kita hanya mengganggu mereka.

D.    Dampat Negatif Kenakalan Remaja
Dampak negatif kenakalan remaja adalah bodoh mereka menjadi, bodoh karena mereka tidak mau belajar, tidak pernah belajar dan tidak mau memikirkan pelajaran, tidak dapat mengatur waktu dengan baik. Remaja tidak pernah mempergunakan waktunya dengan baik. Karena waktunya habis terbuang  untuk bermain-main dan bersenang-senang tidak pernah memikirkan pelajaran sekolah. Dan juga dapat merusak positif dan tidak pernah melakukan ibadah akibatnya remaja menjadi nakal dan melakukan perbuatan  yang tidak baik.
E.     Penanggulangan Kenakalan Remaja
Penanggulangan Kenakalan Remaja|... Cara Penanggulangan kenakalan Remaja yang paling efektif samapi saat ini adakah Anda mengetahui? Mungki Ya mungkin juga tidak bukan..? Karena semua orang tentunya punya cara / pendapat masing-masing yang jelasa berbeda. Menurut Admin, bila mengamati kondisi sosial saat ini ada sebab awal kenakalan remaja. Berikut ini sebab Kenakalan Remajadan Analisa sedikit penanggulangan kenakalan remaja.
1.      Kondisi mental spirual yang belum kuat/matang, sehingga masih mudah terpengaruh dengan hal hal yang tidak baik/negatif. Sebenarnya dengan bermodalkan keimanan dan ketaqwaan yang kuat dan benar tentunya seorang remaja akan lebih bisa mengontrol perilaku yang menyimpang. Inilah satu kaonsep dasarpenanggulangan kenakalan remaja yang bertumpu pada aturan agama. Karena tidak dipungkiri lagi bahwa semua agama mengajarkan secara sosial untuk berbuat kebaikan.
2.      Penanggulangan kenakalan remaja kedua dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pendidikan bagi remaja tersebut. Tentunya berbeda perilaku orang berpendidikan dengan orang yang tidak. Artinya pendidikan punya peranan penting dalam polapenanggulangan kenakalan Remaja. Kalau sudah berpendidikan tinggi tetapi masih berprilaku yang negatif, itulah manusia dan kembali kepada pribadi masing-masing.
3.      Hal ketiga dalam Penanggulangan kenakalan remaja adalah tercukupinya kebutuhan ekonomi. Hampir tiap hari ada saja berita tentang kejahatan, nah setelah diselidiki berapa yang beralasan karena masalah ekonomi? Jadi intinya sediakan / berilah kesempatan seorang remaja untuk memulai kegiatan ekonomi, sehingga nantinya sedikit atau banyak kenakalan remaja yang berujung kejahaan dapat di tanggulangi.
Adapun penanggulangan kenakalan remaja yang dapat kitalakukan diantaranya juga  dengan membuat peraturan, kalau keluar malam sampai jam 22.00 Wib akan ditangkap. Apabila  remaja masih berkeliaran atau nongkrong pada jam 22.00 Wib ke atas ditangkap dan diberi sangsi. Orang tua harus mengawasi anaknya. Orang tua harus melarang anaknya keluar malam sampai larut malam. Orang tua harus mengawasi anaknya dan juga menasehati anaknya. Memberikan siraman rohani dan juga mengadakan pengajian.
Sumber:

Minggu, 13 Maret 2011

Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian


materi kuliah

Perjanjian dan Asas-asas Perjanjian
A.    PENGERTIAN PERIKATAN
1.      Pengertian Perikatan
Verbentenis yang lebih cocok diterjemahkan dengan arti perikatan karena berasal dari kata to verbintyang berarti ikat. Verbintenis kemudian diterjemahkan oleh para ahli menjadi 3 kata, yaitu :
a.       Perikatan, terjemahan ini disebutkan oleh Prof. Subekti dan Prof. Sudikno dengan alasan berdasarkan dasar kata verbinten yang berarti mengikat.
b.      Perutangan, berasal dari buku karangan FHA Vollmark, Utrecht, Kusumadi.

Menerjemahkan kata verbintenis berarti perutangan dengan alasan adanya hubungan utang-piutang diantaranya.
-          Perjanjian, terdapat dalam buku Prof. Wirjono Prodjodikoro. Terjemahan ini sedikit menyimpang dari defenisi verbintenis yang sebenarnya karena perjanjian berasal dari kataovereenkomst yang merupakan sumber dari verbintenis atau perikatan.
Dapat ditarik kesimpulan mengenai pemakaian kata verbintenis lebih cocok dipakai dengan terjemahan <span>perikatan</span>. Karena jelas terlihat adanya penyimpangan terjemahan verbentenisdengan kata perjanjian, sehingga tidak dapat dijadikan acuan.
Perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, dengan istilah Verbintenissenrecht yaitu Hukum Perikatan. Yang berlaku sebagai undang-undang dan diumumkan resmi pada tanggal 30 April 1847 (Staatblad No. 23 tahun 1847).
Pada umumnya defenisi perikatan yang diberikan para Sarjana dan Buku III KUH Perdata adalah sebagai hubungan hukum dalam harta kekayaan antara dua pihak/orang atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.
Disebutkan dalam lapangan harta kekayaan karena hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang. Tetapi tidak hanya dalam lapangan harta kekayaan, juga di dalam hubungan hukum keluarga. Penegasan hubungan hukum, yang melahirkan hak dan kewajiban para pihak dalam memenuhi prestasi, jika di dalam suatu hubungan tersebut apabila adanya wanprestasi atau tidak terpenuhinya suatu prestasi maka pihak yang wanprestasi tersebut dapat dituntut. 

Dengan demikian perikatan meliputi segi aktiva (pihak kreditur) dan segi passiva (pihak debitur). Tetapi ada kalanya pembuat undang-undang hanya menunjuk pada segi passiva saja seperti tercantum dalam ketentuan pasal 1131 dan 1235 KUHPerdata, menyebutkan :

Pasal 1131 KUH Perdata : “Segala kebendaan si <span>berutang,</span> baik yang bergerak maupun yang takbergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.”
Pasal 1235 KUH Perdata : “Dalam tiap-tiap perikatan <span>untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik</span> , <span>sampai</span> pada <span>saat penyerahan</span>.”

Dalam kedua pasal KUH Perdata tersebut, pembuat undang-undang hanya menekankan segi passiva, yaitu menyebutkan identitas si berutang dalam hal ini adalah debitur.

Kemudian juga terkadang mempergunakan arti “tindakan hukum” yang dapat menimbulkan hak tagihan (kewajiban) seperti disebutkan dalam pasal 108 ayat 2 dan pasal 1329 KUH Perdata :
Pasal 108 ayat 2 KUH Perdata : “Seorang isteri, biar ia telah dikuasakan oleh suaminya, untuk membuat sesuatu akta, atau untuk mengangkat sesuatu perjanjian sekalipun, namun tidaklah ia karena itu berhak, menerima sesuatu pembayaran, atau memberi pelunasan atas itu, tanpa izin yang tegas dari suaminya.”
Pasal 1329 KUH Perdata : “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak-cakap.”

Tindakan-tindakan hukum di dalam pasal-pasal tersebut menimbulkan adanya suatu hubungan hukum yang mengikat antara para pihak.
           
Kemudian pembuat Undang-undang ada kalanya mencampuradukkan antara istilah perikatan dengan istilah perjanjian, contohnya pada pasal 1329 KUH Perdata dan 1331 KUH Perdata :
Pasal 1331 KUH Perdata : “Karena itu orang-orang yang di dalam pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan tak cakap, boleh menuntut <span>pembatalan perikatan-perikatan</span> yang mereka telah perbuat, dalam hal-hal dimana kekuasaan itu tidak dikecualikan oleh undang-undang.
Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri tak sekali-kali diperkenankan mengemukakan ketidakcakapan orang-orang yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami dengan siapa mereka telah membuat suatu perjanjian.”

Dalam pasal tersebut terlihat adanya penyimpangan istilah antara perikatan dengan perjanjian. Padahal dari kesimpulan yang didapatkan dari beberapa pasal diatas menyebutkan bahwa perikatan merupakan hubungan hukum, sedangkan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum.
           
Dari defenisi perikatan secara umum tersebut, terdapat unsur-unsur penting dari suatu perikatan, yaitu :
1).    Adanya hubungan hukum ;
2).    Adanya di dalam lapangan Hukum Kekayaan ;
3).    Adanya hubungan antara debitur dan kreditur ;
4).    Adanya isi dari perikatan yaitu prestasi.




2.      Prestasi
Prestasi adalah objek perjanjian atau sesuatu hal yang utama dari suatu perjanjian ataupun perikatan. Atau sesuatu hal yang wajib untuk dipenuhi oleh para pihak, yang mana merupakan sesuatu hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

Defenisi prestasi dijelaskan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yang menyebutkan :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk <span>memberikan sesuatu</span>, <span>untuk berbuat sesuatu</span>, atau <span>untuk tidak berbuat sesuatu</span>.”

Sedangkan dalam hal tidak terpenuhinya suatu prestasi oleh debitor dalam suatu perikatan dapat disebut wanprestasi. Adapun syarat terbentuknya prestasi merupakan objek dari terpenuhinya perikatan, yaitu adanya <span>hal tertentu atau dapat ditentukan, diperbolehkan dan dimungkinkan</span>. Mengenai prestasi ini diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata ayat (3), yang merupakan pasal mengenai syarat objektif sahnya suatu perjanjian, atau salah satu syarat formil dari perjanjian yaitu adanya suatu hal tertentu. Artinya suatu prestasi yang tidak memungkinkan ataupuntidak diperbolehkan atau tidak tertentu halnya untuk dilaksanakan menyebabkan suatu perjanjianbatal demi hukum.

3. Debitor dan Kreditor
Debitor adalah yang memiliki kewajiban dalam memenuhi prestasi atau disebut juga dengan berpiutangatau berutang (membayar hutang).
Kreditor adalah yang berhak atas suatu prestasi, memberikan hutang (menagih hutang).

Dalam suatu perikatan debitor dan kreditor dinamakan pihak, jadi disebutkan adanya dua pihak dalam suatu perikatan. Disebutkan pihak karena <span>sedikitnya ada satu debitur ataupun satu kreditur yang bisa saja salah satu ataupun keduanya berbentuk badan hukum</span>.

4. Kewajiban para Pihak
Hubungan antara kedua belah pihak didalam perikatan dapat disebutkan ada kreditur yang mempunyai tagihan dan ada debitur yang mempunyai hutang. Semua tagihan dan hutang itu tertuju kepada adanya suatu prestasi tertentu.dengan demikian tagihan kreditur adalah tagihan prestasi dan kewajiban atau hutang debitur adalah hutang prestasi tertentu.

Pengertian memberikan sesuatu pada pasal 1234 KUH Perdata, sebagai upaya pemenuhan prestasi, disebutkan dalam pasal 1235 KUHPerdata ayat (1) :
“Dalam tiap-tiap perikatan <span>untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik</span> , <span>sampai</span> pada <span>saat penyerahan</span>.”

B.     PEMBAGIAN PERIKATAN MENURUT DOKTRIN
1.      Pembagian Perikatan menurut Sumber Lahirnya Perikatan
Adapun lahirnya suatu perikatan menurut pasal 1233 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena <span>perjanjian</span>, baik karena <span>undang-undang</span>. “
Sedangkan sumber lahirnya perikatan lainnya terdapat di luar Undang-undang, yaitu :
1.      Putusan Hakim, menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan ;
2.      Wasiat, misalnya hibah yang menyebutkan tidak dapat diganggu gugat sepanjang tidak melanggar legitimasi ;
3.      Penawaran, misalnya label harga yang terdapat di tiap produk di toko adalah bentuk yang mengikat.
4.      Moral positip (fatsoenverplichtingen), timbulnya perikatan wajar atau perikatan bebas (obligatio naturalis atau naturlijke verbintenis), misalnya perikatan yang timbul dari orang yang ditolong dan menolong, adanya keharusan dari yang ditolong untuk memberikan sesuatu sebagai imbalan tetapi tidak menjadi tuntutan yang wajib. Pemenuhan kewajiban seperti itu dianggap sebagai pembayaran dan bukanlah sesuatu yang tidak wajib (niet onverplicht).

<span> </span>
<span>Perikatan yang bersumber dari perjanjian.</span>
Pada prinsipnya perjanjian yang dikenal merupakan perjanjian obligatoir, kecuali undang-undang menentukan lain. <span>Perjanjian bersifat obligatoir berarti, bahwa dengan ditutupnya perjanjian itu pada asasnya baru melahirkan perikatan-perikatan saja, dalam arti bahwa hak atas objek perjanjian belum beralih, untuk peralihan tersebut masih diperlukan adanya levering/penyerahan.</span> Dengan demikian, prinsipnya orang bisa membedakan antara saat lahirnya perjanjian obligatoirnya dengan saat penyerahan prestasi/haknya, sekalipun pada jual beli tunai yang langsung diikuti dengan penyerahan bendanya, kedua momen itu jatuh bersamaan.
Contohnya : perjanjian jual beli, sebagai perjanjian obligatoir yang paling umum dalam kehidupan sehari-hari.
Pasal 1457 KUH Perdata menyebutkan :
“Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”
Dapat diketahui bahwa kedua belah pihak baru akan saling berjanji, tetapi perjanjian jual beli itu sudah lahir dengan adanya kesepakatan. Kemudian pembuat undang-undang menegaskannya lagi dalam pasal 1458 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Jual beli itu dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.”
Unsur-unsur perjanjian yang terjadi dalam jual beli yang melahirkan perikatan itu adalah :
a.       pihak penjual berhak menuntut uang pembayaran dari pembeli ataupun sebaliknya pembeli berkewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Unsur ini menyebutkan adanya hak dari kreditor dan kewajiban dari debitor. Adanya unsur hubungan hukum atau pemenuhan hak dan kewajiban yang menimbulkan perikatan.
b.      Pihak pembeli berhak menuntut penyerahan benda objek jual beli atau sebaliknya penjual berkewajiban untuk menyerahkan benda objek jual beli kepada pembeli.Dalam unsur ini menegaskan mengenai objek dari perjanjian yang pada akhirnya melahirkan perikatan atas objek perjanjian itu.
c.       Pihak penjual berkewajiban untuk menanggung terhadap adanya cacad tersembunyi atau sebaliknya pembeli berhak untuk menuntut jaminan seperti itu. Dalam hak dan kewajiban dari kedua belah pihak atas pemenuhan prestasi atas objek juga menimbulkan perikatan.

<span>Perikatan bersumber dari undang-undang</span>
Undang-undang merupakan sumber dari perikatan, maka yang dimaksud disini adalah bahwa lain dengan pada perjanjian yang melahirkan perikatan, maka disini dapat lahir perikatan antara orang/pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, tanpa orang-orang yang bersangkutan mengkehendakinya atau lebih tepat tanpa memperhitungkan kehendak mereka.
Contoh perikatan yang lahir dari undang-undang adalah kewajiban anak terhadap orang tuanya, seperti disebutkan dalam pasal 321 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Tiap-tiap anak berwajib memberi nafkah, kepada kedua orang tuanya dan para keluarga sedarahnya dalam garis keatas, apabila mereka dalam keadaan miskin.”
Tetapi ada kalanya juga dapat terjadi, perikatan timbul tanpa orang-orang atau para pihak melakukan suatu perbuatan tertentu ataupun mempunyai kedudukan tertentu.

Adanya perbedaan antara perikatan yang lahir karena perjanjian dan perikatan yang lahir karena undang-undang. Pada perjanjian, kehendak para pihak memang tertuju atau dianggap tertuju kepada akibat hukum tertentu, para pembuat undang-undang memang mengkehendaki atau dianggap mengkehendaki munculnya perikatan sebagai akibat hukum dari perjanjian yang tertutup. Hal itu menjadi lebih jelas, kalau perikatan yang lahir karena perjanjian dengan memandang pasal 1352 KUH Perdata dan pasal 1353 KUH Perdata sebagai latar belakang. Sekalipun adanya unsur perbuatan dari satu ataupun kedua belah pihak dalam perikatan, tetapi perbuatan mereka tidaklah tertuju pada perbuatan hukum. Perikatan yang muncul antara mereka sebagai akibat perbuatan mereka, dapat disebutkan pada umumnya mereka sama sekali tidak mengkehendaki akibat hukum yang terjadi seperti itu. Maka kedua sumber perikatan itu sama-sama lahir karena adanya kehendak. Yang satu karena kehendak para pihak dan yang lain karena kehenda para pembuat undang-undang.

Peristiwa hukum dibedakan menjadi peristiwa hukum tindakan manusia dan peristiwa hukum bukan tindakan manusia atau disebut juga peristiwa hukum yang lain. Peristiwa hukum dapat disebut peristiwa hukum tindakan manusia <span>apabila orang yang bersangkutan mempunyai kekuasaan untuk menentukan ada atau tidaknya peristiwa seperti itu.</span> Sebaliknya apabila peristiwa hukum tersebut <span>diluar jangkauan manusia untuk menentukan dan mengaturnya</span> maka peristiwa itu disebut dengan peristiwa hukum yang lain (lain daripada tindakan manusia).
           
Peristiwa hukum tindakan manusia merupakan tindakan hukum, yang menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki atau paling tidak dianggap oleh si pelaku. <span>Akibat hukumnya adalah lahirnya, beralihannya atau hapusnya hak-hak subjektif para pihak yang demikian itu memang dikehendaki</span>. Misalnya apabila seseorang menutup perjanjian (melakukan tindakan hukum), maka hanya akan memikirkan hal-hal yang berbentuk pokok-pokok saja baik karena tidak tahu maupun lupa untuk mengatur yang lainnya padahal dalam suatu perjanjian biasanya mengatur mengenai hal-hal yang melahirkan sekelompok kewajiban/perikatan, termasuk yang terlupakan oleh para pihak. Dari akibat yang lainnya maka <span>menimbulkan suatu asas bahwa para pihak tidak menentukan maka hukum perdata bersifat menambahi yang berkenaan dengan peristiwa perjanjian itu yang langsung turut mengatur perjanjian mereka, yang tujuannya mengatur sesuai dengan hal yang semula lupa atau tidak tahu untuk diatur tadi</span>. Yang demikian didasarkan atas kehendak yang dipersangkakan dan kepatutan. Penemuan akibat hukum inilah yang menjadi alasan dicantumkannya adanya perjanjian tambahan atau addendum dalam setiap pembuatan perjanjian ataupun kontrak.
           
Tindakan manusia yang lain, yang bukan merupakan tindakan hukum adalah tindakan-tindakan yang memang menimbulkan akibat hukum tetapi akibat hukum itu tidak dikehendaki. Jadi dapat diartikan tidak berdasarkan atas adanya kehendak, termasuk kedalam kelompok <span>perikatan yang lahir dari undang-undang karena tindakan manusia.</span>
           
Tindakan hukum dapat dibedakan antara tindakan hukum sepihak dan tindakan hukum dua pihak. Tindakan hukum sepihak merupakan tindakan hukum, yang untuk lahirnya ataupun timbulnya akibat hukum yang dikehendaki, cukup dengan pernyataan kehendak dari satu orang saja, seperti pada pembuatan wasiat, pengakuan anak, pembebasan hutang dan lain-lain. Pada tindakan hukum dua pihak biasanya disebut perjanjian saja dibutuhkan pernyataan kehendak dari kedua belah pihak yang saling bertemu. Karena pada kedua belah kelompok ini, kehendak memegang peranan yang menentukan, maka peristiwa hukum seperti ini tidak mungkin muncul karena undang-undang, baik karena undang-undang saja maupun undang-undang dan tindakan manusia.
           
Kelompok peristiwa hukum tindakan manusia yang berupa perjanjian dapat dibutuhkan pernyataan kehendak dari kedua belah pihak yang saling bertemu. Karena pada kedua kelompok ini, kehendak memegang peranan yang menentukan, maka peristiwa hukum seperti ini tidak mungkin muncul karena undang-undang, baik karena undang-undang saja maupun undang-undang dan tindakan manusia.
           
Kelompok peristiwa hukum tindakan manusia yang berupa perjanjian dapat kita bedakan lagi menjadi perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian sebagai akibat hukumnya disatu pihak ada saja hak dan dilain pihak ada saja kewajiban. Karena merupakan perjanjian maka sedikitnya harus adanya dua pihak yang saling berhadapan yang saling memberikan persetujuannya. Sedangkan dari tindakan hukum yang sepihak, karena pihaknya hanya satu pihak saja. Contohnya : dalam perjanjian hibah. Hibah dijanjikan oleh pemberi hibah dan penerima hibah, setelah dicapainya kesepakatan, maka dari pemberi hibah adanya kewajiban untuk menyerahkan barang hibah dan dari pihak penerima hibah adanya hak untuk menuntut penerimaan hibah.
           
 Pada perjanjian timbal balik adanya hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum ada pada kedua belah pihak. Contohnya : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa. Pada perjanjian seperti ini, pada kedua belah pihak ada hak dan kewajiban yang muncul sebagai akibat hukum ditutupnya perjanjian.
Misalnya pertukaran antara jam dan arloji dan kuda, pemilik arloji mempunyai hak untuk menuntut penyerahan kuda tetapi juga memikul kewajiban untuk menyerahkan arloji miliknya. Begitu juga sebaliknya dengan pemilik kuda, jadi adanya kewajiban dari kedua belah pihak.



B.   Pembagian Perikatan menurut Isi Perikatan
 Pasal 1234 memberikan cara pengelompokan perikatan yang lainnya, yaitu dengan mendasarkan kepada wujud isi/prestasi dari perikatannya.
Pengerlompokan unsur dasar perikatan yang berisi kewajiban dalam KUH Perdata yaitu :
-     Untuk memberikan sesuatu.
-     Untuk melakukan/berbuat sesuatu.
-     Untuk tidak melakukan sesuatu.
           
Semua perikatan yang dikenal dalam KUH Perdata dapat digolongkan dalam salah satu dari kelompok diatas.

<span>Perikatan untuk memberikan sesuatu</span>           
Yang menjadi ukuran dari objek perikatannya adalah wujud prestasinya, yaitu berupa suatu kewajiban bagi debitur untuk memberikan sesuatu kepada kreditur. Arti <span>memberikan sesuatu</span> menjadi jelas apabila ditinjau dengan hubungan obligatoir sebagai latar belakangnya. Hubungan obligatoir yang tercipta diikuti dengan levering/penyerahan, yang berupa memberikan sesuatu, baik berupa benda bertubuh maupun tidak bertubuh. Hubungan obligatoir dapat muncul baik atas dasar perjanjian maupun undang-undang. Contohnya : jual beli. Adanya kewajiban dan hak dari penjual dan pembeli.

<span>Perikatan untuk melakukan sesuatu</span>           
Prinsip melakukan sesuatu pada dasarnya juga memberikan sesuatu. Oleh karenanya ada yang mengusulkan pembagian perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang lain daripada memberikan sesuatu. Contohnya : orang yang menutup perjanjian pemborongan atau untuk melakukan pekerjaan tertentu, memikul kewajiban perikatan untuk melakukan sesuatu, demikian juga kewajiban debitur dalam suatu perjanjian pengangkutan.

<span>Perikatan untuk tidak melakukan sesuatu</span>
Dalam kewajiban untuk memenuhi prestasi bukan merupakan sesuatu yang bersifat aktif, melainkan bersifat pasif, yang dapat berupa tidak berbuat sesuatu atau membiarkan sesuatu keadaan berlangsung. Contohnya  : dalam pendirian Perseroan, yang sering mencantumkan ketentuan yang menyebutkan :
“Selama berlangsungnya perseroan ini, para persero, tanpa persetujuan para persero yang lain, dilarang untuk menjalankan jabatan lain selain daripada advocat dan pengacara, melakukan usaha atau memangku jabatan bebas atau onbezolidigde ambtenaar. Pesero yang melanggar ketentuan ini, wajib untuk membayar denda yang dapat ditagih secara seketika dan sekaligus sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

C.    PEMBAGIAN PERIKATAN MENURUT KUH PERDATA
Pmbagian perikatan menurut hukum perdata, diantaranya sebagai berikut:
1.      Perikatan Bersyarat dan Perikatan Sederhana
2.      Perikatan dengan Ketetapan Waktu
3.      Perikatan Boleh Pilih atau Mana Suka
4.      Perikatan Tanggung Renteng atau Tanggung Menanggung
5.      Perikatan yang Dapat Dibagi dan yang Tidak Dapat Dibagi
6.      Perikatan dengan Ancaman Hukuman

D.    ASAS – ASAS DAN KETENTUAN PERJANJIAN
Asas-asas dan ketentuan dari perjanjian dibagi atas beberapa asas diantaranya sebagai berikut:
1. lAsas Konsensualitas (konsensualisme)
Merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian dan terciptanya suatu kepastian hukum.
Cukup dengan <span>dicapainya </span><span>sepakat</span> mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut maka sudah melahirkan adanya suatu konsensus atau kesepakatan.
   
 Perjanjian sudah sah dan telah mengikat kedua belah pihak yang bersangkutan.
 Contoh : perjanjian MoU (antara Indonesia & GAM), Pernikahan.

2.  Asas Kebebasan Berkontrak  
Penganutan asas kebebasan berkontrak berasal dari dunia Barat dengan sistem liberalisme.
    
Dasar Hukum     pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Asas ini memberikan <span>kekuatan hukum dan mengikat</span> pada para pihak yang membuat perjanjian (pacta sunt servanda), sehingga perjanjian ini berlaku terhadap para pihak sebagai Undang-Undang.
Contoh : perjanjian permohonan kartu kredit.

3. Asas Personalitas
Bahwasanya perjanjian yg dibuat itu ditujukan memang untuk mereka (para pihak) yang terlibat. Jika tiba-tiba ada pihak ketiga ikut campur didalamnya, maka perjanjian dapat dikaji ulang (diubah dan dibuat perjanjian baru) kembali.
Contoh : jual beli, yang terlibat pasti si penjual dan si pembeli langsung (tanpa perantara). jika ada perantara dalam arti sebagai pihak ketiga maka akan dijelaskan sebagai si "penerima kuasa menjual/membeli".

4. Asas Pacta Sunt Servanda
Perjanjian yang dibuat antara para pihak berlaku sebagai hukum yang mengikat didalam kedua belah pihak tersebut.